Teori Relativitas Tercantum dalam Al-Quran
Ke 48
Teori Relativitas Tercantum dalam Al-Quran

Allah berfirman, Dan demi kianlah Kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata, “Sudah berapa lama kamu berada (di sini)?” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain), “Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini)” (QS Al-Kahf [18]: 19).
Dan mereka tinggal di dalam gua selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun. (QS Al-Kahf [18]: 25).
Mahabenar Allah dengan segala firman-Nya. Dalam Al-Quran tercantum teori relativitas. Al-Quran yang diturunkan 15 abad lalu telah menceritakan gejala alam yang disebut dilatasi waktu, perpanjangan waktu, atau relativitas pada sejumlah pemuda yang bersembunyi dalam sebuah gua, sebagaimana tercantum dalam Surah Al-Kahf. Gejala ini merupakan teori relativitas modern yang dikemukakan Albert Einstein, seorang ahli fisika, pada 1905. Jauh setelah Al-Quran menyebutnya.
Apakah dilatasi waktu?
Sebelum menjelaskan definisi Einstein, akan kami tuliskan perkataan para ahli yang membuat permisalan secara sederhana tentang dilatasi waktu. Para ahli berkata, untuk memahami dilatasi, umpamakan kita sedang berhadapan dengan apa dan siapa. Dalam situasi yang berbeda, waktu akan berjalan berbeda pula. Dalam situasi yang berbeda, waktu bisa berjalan lambat ataupun cepat dalam pemisalan ini adalah menurut perkiraan kita.
Misalnya, ketika seseorang duduk bersama dengan kekasihnya, waktu terasa menyenangkan sehingga waktu berjalan sangat cepat. Satu jam terasa satu menit. Berbeda dengan ketika seorang penjinak bom berhadapan dengan teroris. Ia harus menjinakkan bom yang dipasang oleh sekawanan teroris tersebut. Detik-detik waktu terasa menegangkan dan berjalan sangat lambat. Dua menit dalam menjinakkan bom akan terasa dua jam. Ini yang diterangkan secara sederhana oleh para ahli dalam mendefinisikan dilatasi waktu. Definisi secara ilmiah disampaikan oleh Einstein. Einstein memiliki rumus bahwa waktu, lintasan, atau massa benda yang biasa kita ukur dan timbang, nilainya tidak tetap tetapi berubah-ubah.
Bisa lebih besar dan kecil. Menurut Einstein, tidak ada nilai mutlak untuk besaran-besaran di dunia ini. Tak ada yang nilainya tetap pada besaran-besaran, seperti massa (berat), panjang, volume, dan sebagainya. Misalnya, massa benda. Massa sebuah benda di bumi tentu berbeda jika ditimbang di luar angkasa. Kecuali kecepatan cahaya. Menurut Einstein, kecepatan cahaya adalah besaran yang nilainya mutlak. Tidak di bumi, luar angkasa, ruang hampa udara atau kerapatan udara yang ekstrem, besaran kecepatan cahaya adalah mutlak. Besar kecepatan cahaya (dihitung dan diteliti oleh Michelson dan Morley), yaitu sekitar 300.000 km/detik. Kecepatan cahaya tidak bergantung pada kecepatan sumbernya maupun pengamatnya. Kecepatan cahaya tetap bagaimanapun sumber dan pengamatnya. Misalnya, ada dua acuan (hal/benda) yang bergerak satu sama lain dengan kecepatan berbeda, maka pengamat yang bergerak dengan kecepatan yang lebih kecil akan mengalami waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pengamat kedua yang lebih cepat. Inilah dilatasi waktu dan Einstein memiliki formulasi atau rumus matematika untuk dilatasi waktu.
Dalam kehidupan sehari-hari, gejala dilatasi waktu tidak bisa kita amati. Hal tersebut karena kita bergerak dengan kecepatan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan cahaya. Pesawat supersonik saja hanya 3 atau 4 kali kecepatan suara, yaitu 1 km/detik. Untuk mengamati gejala dilatasi waktu dengan baik diperlukan pengamat yang mempunyai kecepatan acuan U, yang mendekati kecepatan cahaya C yang 300.000 km/detik.
Untuk itu diadakan penelitian yang dilakukan oleh Frisch dan Smith menggunakan usia partikel elementer, yang disebut muon. Mereka berdua membandingkan usia muon tersebut. Membandingkan antara muon yang relatif diam dengan muon yang jatuh ke bumi dengan kecepatan sekitar 0,994 kali kecepatan cahaya. Ternyata usia muon di bumi (muon yang relatif diam) 9 kali lebih tua dibandingkan dengan muon yang bergerak dengan kecepatan 0,994 kali kecepatan cahaya tersebut.
Untuk lebih mudah memahami ini, para ahli pun membuat contoh yang mudah untuk dipahami, yaitu kecepatan antariksa kita dapat mencapai muon tersebut, yaitu 0,994 kali kecepatan cahaya. Maka, satu tahun bagi astronaut yang berada di antariksa (pesawat) berarti sama dengan 9 tahun kita di bumi.
Jika astronaut telah menempuh perjalanan selama 10 tahun di antariksa, kita di bumi telah lebih tua 90 tahun. Hal tersebut karena perbedaan kecepatan acuan tersebut. Apabila pesawat antariksa itu mencapai 0,9999999999166 kali kecepatan cahaya, satu hari bagi astronaut di pesawat sama dengan 300 tahun bagi kita di bumi. Itu imbasnya.
Adanya relativitas suatu besaran dan kemutlakan ukuran kecepatan cahaya menjadikan waktu bisa lambat atau cepat. Meskipun dalam perhitungan kita, sama. Contoh-contoh tadi membuktikan bahwa dalam waktu (perhitungan kita) sama, bisa terjadi per besaran usia seperti 10 tahun: 90 tahun. 1 hari: 300 tahun.
Al-Quran telah mengukir ilmu ini dalam Surah Al-Kahf. Dalam surah tersebut dikisahkan 3 pemuda saleh yang menghindari kemusyrikan umatnya waktu itu. Mereka bersembunyi dalam gua, berdoa dan bermunajat kepada Rabb-nya.
“Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami.” (QS Al-Kahf [18]: 10)
Lalu Allah memberikan rahmat-Nya. Maka Kami tutup telinga mereka di dalam gua itu selama beberapa tahun, kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah diantara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (dalam gua itu). (QS Al-Kahf [18]: 11-12).
Ternyata Allah “menidurkan” mereka. Tubuh dan pikiran mereka tidak berubah, tetapi lingkungan mereka yang berubah. Hal tersebut dibuktikan dengan mata uang yang mereka pegang. Mata uang itu adalah mata uang peninggalan masa lalu.
Dan demikianlah Kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata, “Sudah berapa lama kamu berada (di sini)?” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain), “Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini).” (QS Al-Kahf [18]: 19)
Dan mereka tinggal di dalam gua selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun. (QS Al-Kahf [18]: 25).
Mereka tinggal dalam gua selama 300 tahun dalam hitungan waktu matahari (Syamsiah), 300 ditambah 9 tahun (309) dalam tahun Qamariah (perhitungan tahun berdasarkan peredaran bulan). Sebuah kebesaran Allah.
Mungkinkah Allah mempercepat mereka bertiga (Ashabul Kahi) dalam gua sampai mencapai 0,999999999166 kali kecepatan cahaya sehingga terjadi gejala dilatasi waktu? Satu hari, dalam perhitungan mereka, sama dengan 300 tahun perhitungan manusia di sekeliling mereka. Mahabesar Allah. Mahasuci Allah. Dia yang menjadikan manusia seperti itu. Padahal, dalam teori, kondisi percepatan yang dialami Ashabul Kahfi adalah sesuatu yang tidak mungkin untuk tubuh manusia karena percepatan secepat itu berarti bentuk bendanya berwujud gas atau lebih ringan lagi.
Inilah gejala relativitas. Sebuah ketentuan yang menyatakan bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah relatif, kecuali kecepatan cahaya. Sebuah teori atau hukum alam yang ditemukan pada abad ke-20. Teori relativitas ini ternyata sudah ada, tercantum dalam Al-Quran yang diturunkan berabad-abad lampau.
Komentar
Posting Komentar
berkomentar dengan bijak