Ghibah, Perusak Sendi Masyarakat


71
Ghibah, Perusak Sendi Masyarakat

Nabi Isa a.s. pernah bertanya kepada para pengikutnya,
“Andai kalian melihat salah seorang saudaramu terbuka auratnya ketika tidak sadar saat tidur, apakah yang akan kalian lakukan? Kalian tutupi auratnya atau akan kalian buka sekalian biar telanjang bulat?”
“Sebagai orang yang waras, tentu akan kami tutupi agar auratnya tidak terlihat lagi. Masa akan kami buka agar telanjang bulat?!” jawab pengikut Nabi Isa.
“Begitulah seharusnya orang yang beradab,” kata Nabi Isa. “Tetapi, mengapa apabila aib saudaramu terbuka, malah sering kali justru kalian beberkan (ghibah)? Bahkan, ditambah dengan membongkar aib-aibnya yang lain? Apakah hal itu tidak berarti sama dengan menelanjangi saudaramu sendiri di muka umum? Bila seseorang telah dibentangkan seluruh aibnya di muka umum, biasanya akan menjadi nekat dalam berbuat maksiat, serta akan malu untuk kembali kepada masyarakat yang sopan. Karena itu, janganlah suka membongkar aib orang lain. Apalagi membeberkannya hingga meluas ke mana-mana. Orang yang memiliki aib seharusnya diberi peringatan secara bijaksana agar mau bertobat.”
Maka, Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. Bahwa Allah berfirman mengenai larangan ghibah, mencela, dan memburuk-burukkan seseorang. Firman Allah,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٞ مِّن قَوۡمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُواْ خَيۡرٗا مِّنۡهُمۡ وَلَا نِسَآءٞ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيۡرٗا مِّنۡهُنَّۖ وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَٰبِۖ بِئۡسَ ٱلِٱسۡمُ ٱلۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِيمَٰنِۚ وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ١١ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٞۖ وَ لَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتٗا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٞ رَّحِيمٞ ١٢
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (memperolok-olok) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah beriman.
Dan barang siapa tidak bertobat, mereka itulah orang-orang yang zalim. Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang (QS Al-Hujurât [49]: 11-12).
Seseorang yang sudah dipojokkan, dibongkar aibnya di masyarakat, dipermalukan di hadapan teman, saudara dan tetangga, dan terus-menerus digunjing dan dicemooh, apa yang akan terjadi? Seperti yang dikatakan Nabi Isa a.s., “Bila seseorang telah dibentangkan seluruh aibnya di muka umum, biasanya akan menjadi nekat dalam maksiat serta akan malu untuk kembali kepada masyarakat yang sopan.”
Yang terjadi adalah orang tersebut akan semakin menjadi-jadi polahnya. Ia merasa tak punya muka lagi. Akhirnya nekat untuk terus melakukan kemaksiatan yang sama. Toh, semua orang sudah tahu keburukannya. Keburukan yang menjadi trademark-nya. Jika ia berbuat baik, siapa lagi yang akan percaya? Bukankah keburukan sudah menjadi trademark-nya?
Maka, berlindung kita kepada Allah akan ghibah, mengolok-olok, dan mencaci maki. Jika kita melakukannya, akan tercipta masyarakat yang sakit. Pun jika kita telusuri, ghibah adalah dosa besar yang juga akan menghancurkan diri sendiri. Diibaratkan dalam Al-Quran, “memakan daging saudaranya sendiri”. Allah menjadikan kebaikannya dikurangi dan kebaikan itu dilimpahkan kepada orang yang digunjing (ghibah).
Dikisahkan, pada suatu waktu seorang hamba memasuki surga, kemudian mendapatkan fasilitas surga di luar dugaannya. Ia merasa itu tidak pantas untuknya. Ia bertanya kepada Allah, “Ya Allah, sungguh kurasa pahalaku tidak sebesar ini?”
Allah menjawab, “Ini berasal dari pahala si fulan, si fulan, dan si fulan. Mereka menggunjingmu, maka pahalanya terlimpah kepadamu. Sedangkan dosamu terlimpahkan kepada mereka.”
Maka, sungguh, orang yang digunjing, dalam hal tertentu, adalah orang yang beruntung karena mendapat pahala tanpa disangka-sangka dan dikurangi dosanya tanpa sadar.
Ada seorang ulama, begitu tahu ia digunjingkan tetangganya, ia datangi tetangganya itu, diberinya bingkisan. Ia berkata, “Terima kasih atas limpahan pahala darimu. Ketika kamu menggunjingkan aku, otomatis pahalamu adalah untukku. Terima kasih, dan ini tanda sukacitaku.”

Komentar

Postingan Populer