40 kaidah dasar ushul fiqh
1. Segala sesuatu tergantung tujuannya.
اَلْاُمُوْرُ بِمَقَاصِدِهَا
Contoh: Misalnya Kita ingin berwudhu maka haruskan di niatkan terlebih dahulu.
2. Sesuatu yang masih belum jelas, ketika kita salah dalam menjelaskan, maka penjelasan kita itu menjadi bata
مَا يُشْتَرَطُ فِيْه التَّعْيِينُ فَالْخَطَأُ فِيْهِ مُبْطِلٌ
Contoh: kita niat sholat Ashar padah waktu itu kita sholat duhur.
3. Sesuatu yang memerlukan penjelasan secara global dan tidak memerlukan penjelasan secara rinci, maka ketika kesalahan dalam penjelasan secara rinci membahayakan
مَا يُشْتَرَطُ التَّعَرُّضُ لَهَ جُمْلَةٌ ولاَ يُشْتَرَطُ تَعْيِيْنُهُ تَفْصِيْلاً اِذَا عَيَّنَهُ وَاَخْطَأَضَرِّ
Contoh: Seseorang niat menjadi makmum dengan imam tertentu tetapi yang menjadi imam adalah orang lain maka sholatnya tidak sah.
4. Sesuatu yang tidak disyaratkan penjelasannya secara global maupun terperinci ketika dita'yin dan salah maka statusnya tidaklah membahayakan.
مَالَايُشتَرَطُ التَّعَرُّضُ لَهُجُمْلَةً وَلَاتَفْصِيْلًا إِذَاعَيَّنَهُ وَأَجْطَأَلَمْ يَضُرْ
Contoh: Saya niat sholat di Makassar akan tetapi saya tidak sempat sampai di sana pada waktu sholat yang telah saya niatkan.
baca juga:
Kaidah ushul fiqh 11 sampai 20
Kaidah ushul fiqh 21 sampai 30
Kaidah ushul fiqh 31 sampai 40
baca juga:
Kaidah ushul fiqh 11 sampai 20
Kaidah ushul fiqh 21 sampai 30
Kaidah ushul fiqh 31 sampai 40
5. Maksud sebuah ucapan tergantung pada niat yang mengucapkan
مَقَاصِدُ اللَّفْظِ عَلَى نِيَّتِ اللَّافِظِ
Contoh: Saya mengatakan bahwa “nasi kuning” itu pedis. Padahal yang saya maksud adalah “nasi kuning sambalado”.
6. Keyakinan tidak bisa dihilangkan oleh keraguan.
اَلْيَقِنُ لَايُزَالُ بِالشَكِّ
Contoh: Saya berwudhu, dan sekilas saya ragu apakah telinga saya sudah di basuhi atau belum. Namun keraguan itu hilang dengan keyakinan bahwa saya telah membasuhnya.
7. Pada dasarnya ketetapan suatu perkara tergantung pada keberadaannya semula
اَلْأَصْلُ بَقَاءُمَاكَانَ عَلَى مَكاَنَ
Contoh: seseorang makan sahur di penghujung malam dan ragu akan keluarnya fajar, maka puasa orang tersebut hukumnya tetap sah.
8. Hukum asal adalah tidak adanya tanggungan
اَلْأَصْلُ بَرَاءَةُالذِّمَّةِ
Contoh: seseorang bersumpah tidak melakukan sesuatu yang dituduhkan, maka ia tidak dapat dikenakan hukuman.
9. Hukum asal adalah ketiadaan
اَلأَصْلُ اَلعَدَمُ
Contoh: tidak boleh melarang seseorang untuk ke pasar karena pada dasarnya tidak ada larangan.
10. Asal segala sesuatu diperkirakan dengan yang lebih dekat zamannya.
اَلْأَصْلُ فِىْ كُلِّ حَادِثٍ تَقْدِرُهُ بِأَقْرِبِ زَمَنِهِ
Contoh: saya melihat adanya sperma di celana atau baju saya. Namun saya lupa kapan saya mimpi basah. Maka saya wajib mandi bersih dan mengulang semua sholat saya sampai waktu sekarang saya selesai mandi.
Komentar
Posting Komentar
berkomentar dengan bijak